Sex Bebas

Made Suama, sebut saja begitu yang tentunya bukan nama sebenarnya, adalah satu dari sedikit kawan kecilku yang gaul pada jamannya. Suama adalah satu-satunya siswa SMP di kelas yang mengendari motor ke sekolah. Selain itu, dia selalu memiliki cerita yang seru untuk teman-temannya. “Di luar negeri, remaja itu menganut seks bebas lo”, katanya suatu hari memulai ceritanya. Kontan saja semua teman mengerubunginya, termasuk aku yang masih malu-malu kucing. “Kondom dibagikan gratis untuk remaja sehingga mereka bisa menggunakannya kapan saja”, Suama menambahkan. Ceritanya berlangsung lama dan sangat seru dengan beberapa hal detail yang hanya bisa kami banyangkan. Singkat cerita, Suama berhasil membuat kami membayangkan betapa beringasnya perilaku remaja luar negeri. Mereka tentu akan melakukan hubungan seks kapan saja, di mana saja dan dengan siapa saja yang mereka inginkan. Kami hanya bisa menduga-duga bagaimana rasanya menjalani kehidupan seperti itu.

“Next please!” terdengar suara yang membuyarkan lamunanku. Aku bergerak maju mendapatkan satu tas kain putih yang sarat isi, entah apa di dalamnya. Ini hari pertama orientasi di University of New South Wales, aku menerima “welcome pack” dari panitia. Aku mendengar selentingan, di dalamnya ada kondom. Hal ini membawa aku pada ingatan masa remaja dulu. Kondom dibagikan gratis dan artinya seks bebas. Hm….

Dua bungkus kondom berbungkus biru, belasan voucher minum bir di cafe terdekat, dua eksemplar majalah dewasa FHM, serta dua kaleng minuman suplemen energi. Aku mengamati dengan cermat isi tas yang baru saja aku peroleh. Selain itu tentu saja ada buku panduan riset, agenda organisasi mahasiswa dan lainnya yang tidak lebih menarik dari dua bungkus kondom biru itu. Aku baru saja membuktikan apa yang disampaikan Suama 14 tahun lalu memang benar. Di luar negeri, kondom memang dibagikan gratis, pikirku.

Tiba-tiba saja aku berniat melihat sekitar. Adakah orang melakukan seks bebas di sekelilingku? Yang terlihat hanya beberapa mahasiswi Indonesia yang memerah wajahnya mendapati dua bungkusan biru di tasnya. Ada juga yang terpingkal-pingkal setengah malu menggenggam bungkus biru itu tak kuasa menehan geli. Ada perasaan aneh mendapatkan barang yang menurut orang Indonesia seharusnya tidak dibagikan di kampus. Tapi itulah kenyataannya.

Beberapa hari berlalu, aku tidak melihat indikasi yang aku bayangkan ketika SMP dulu. Mahasiswa di Sydney, ketika summer, memang berpakaian sangat minim. Meski begitu, tidak sedikit pun mereka kehilangan kesopanan. Umumnya mereka selalu antusias membantu orang yang tersesat dan bertanya arah. Mereka juga melakukannya dengan senyum. Sebagian mahasiswa laki-laki datang ke kampus menggunakan kaos oblong dan celana pendek. Sebagian lagi bahkan bertato. Namun begitu, ketika aku menjumpainya di lab, mereka dengan tekun mengerjakan tugas, berdiskusi tentang kesulitan yang dihadapi dan memberi masukan kepada temannya yang duduk di sebelah dan memerlukan bantuan. Sebenarnya cukup aneh menyaksikan anak-anak muda dengan tampang preman (setidaknya menurut kebiasaan Indonesia), rambut acak-acakan dan badan bertato, berdiskusi serius di depan komputer sambil memegang buku catatan dan bolpen. Matanya awas, pandangan matanya serius dan tidak berbicara hal lain kecuali perkuliahan. Rupanya terlalu lama aku diajarkan oleh lingkungan bahwa orang yang bertato harus beringas, kasar, tidak sopan dan yang terpenting: tidak boleh serius belajar. Orang bertato di kampungku akan menjadi bahan olok-olok jika berlaku sopan, apalagi rajin membaca buku. Begitulah…

Adakah yang melakukan seks bebas? “What is free sex?” Seorang perempuan Australia balik bertanya ketika aku mencoba mendiskusikan hal ini dengannya. Dia tertawa setelah aku jelaskan. “Well, I don’t know how you define free sex. For us, having sex is part of life, it is very common when you love each other. It does not matter you are married or not. However, it does not mean that we do it with anybody we want. We do respect love and relationship here. When you are with someone and be someone’s girlfriend or boyfriend, and you are hers or his. We stick to one partner in one time.” Dia nyerocos menjelaskan.

“But we do not do that in Indonesia. We do not have sex until we are married“, aku mencoba menjelaskan apa yang terjadi di Indonesia. “Oh really? that’s good but weird at the same time. Feeling horny is not a sin. This is very normal. Therefore doing sex with a right partner is OK. Nothing wrong with that.” Dia menambahkan. “Hm… but do you really need to give away condoms in this university?” aku bertanya. “Yes we do. We need to tell everybody that it is their responsibility to do safe sex. Furthermore, we do not want to be pregnant before we are ready for that. We still have a very long way to reach our future. And the most important thing, we do not want to have babies or do abortion because of unwanted pregnancies like what many people from overseas do in Australia.” dia menjelaskan panjang. “Oh, really… do you know somebody from my country doing abortion here?” aku penasaran. “I am not going to tell you!” dia menghakhiri percakapan dan berlalu meninggalkanku yang termangu tak mengerti… Sejurus kemudian, lamunanku buyar oleh seorang kawan perempuan Indonesia yang menghambur datang. Dia melemparkan dua bungkusan biru dan berkata “nih buatmu aja… kalau kamu dan istrimu yang pakai kan legal ha ha ha”
Tag : Seks
0 Komentar untuk "Sex Bebas"

Back To Top